Kamis, 07 Agustus 2014

BOOK REVIEW (BEBAS) - BANGKOK : THE JOURNAL BY MOEMOE RIZAL

source: google (males foto punya saya :P)


Kali ini saya akan mereview novel seri setiap tempat punya cerita ke 3 berjudul Bangkok : The Journal karya Moemoe Rizal dari Gagas Media yang terbit tahun 2013

Diceritakan seorang lelaki bernama Edvan Wahyudi yang memiliki profesi sebagai arsitek yang sedang menikmati hasil karyanya-sebuah bangunan di Singapura . Lalu sederet pesan singkat tanpa nama memaksanya untuk kembali ke masa lalu-Artika. Artika pergi dan Edvan harus pulang.

Kepergian Artika mempertemukan ia dengan adiknya Edvin-- bukan, Edvina. Serta babak baru untuk edvan yang sengaja Artika tinggalkan. Edvan kesal, tapi rasa bersalah lah yang mengharuskan ia menginjakkan kaki di tanah Bangkok, menuntaskan wasiat Artika tersebut.

Pencarian wasiat Artika di Bangkok, membuat Edvan menyadari bahwa keluarga adalah segalanya. Selalu ada rasa nyaman yang tidak bisa dibayar dengan apapun didunia ini-seburuk apapun hubungan kita dengan keluarga. Melalui itu pula Edvan menemukan surga kecilnya-persaudaraan dan cinta.

Pertama kali melihat-lihat di rak buku saya langsung tertarik dengan buku ini—covernya. Cantik dengan background ungu polos, simple enak dilihat dengan pola artistic yang khas,serta  judul yang ditulis dengan font keemasan warna khas Bangkok. Tentu nya bonus post card dengan gambar Sungai  Chao Praya.
Seperti biasa novel serial ini selalu menyuguhkan quotes inspiratif yang berhubungan dengan isi cerita pada setiap lembaran awal. Menurut saya author  menggunakan gaya bahasa yang tidak terlalu berat untuk novel dengan setting luar negeri. Alur yang digunakan jelas. Penggambaran latar tempat dan sosial dituliskan secara apik , berhasil membawa saya seolah-olah ikut berada dalam cerita tersebut. Author menuliskan kehidupan para tokoh dengan jujur,realistis, dan memiliki kekocakan tersendiri.

Bagian favorit yang membuat saya senyum-senyum sendiri-dan sedikit ah nostalgia-disini adalah ketika Edvan merasa dunia nya kembali.

“Chai. Kami seperti anak kecil. Namun kami begitu bahagia melakukannya. Terlebih aku. Maksudku, sudah lama aku menjadi orang dewasa, sibuk dengan pekerjaanku, sibuk dengan target-targetku. Entah kapan terakhir kali aku berlari di air dan betisku kram. Entah kapan terakhir kali aku membenamkan kaki dalam lumpur dan menjerit ketakutan saat seekor belut mencolek kakiku. Entah kapan terakhir kali aku bergulat dengan seorang pria dan kami tertawa-tawa, saling membenamkan kepala yang lain ke dalam air.
Aku merasa bahagia sekali. Semua ototku tampak ceria dan segar. Pipiku rasanya geli, tersenyum selebar mungkin dari tadi. Aku melupakan dunia. Aku hanya peduli alam yang ada disekitar ku saat itu” – Edvan , halaman 306

Ada beberapa bagian dalam cerita yang mudah sekali untuk ditebak kemana arahnya. Selain itu ada dua hal yang menurut saya sangat mengganggu dalam novel ini. Pertama adalah author tidak menyelipkan catatan kaki berupa terjemahan saat tokoh berdialog dengan bahasa Thailand sehingga pembaca kesulitan dalam melahap maksud dialog tersebut. Kedua lampiran jurnal milik Artika yang diketik menggunakan font ‘cacing’ sangat mengganggu ketika orang ingin membaca dan kemungkinan memilih untuk sama sekali melewatkannya—seperti yang saya lakukan.  

Terlepas dari kelebihan dan kekurangan, novel ini saya rekomendasikan untuk menjadi penghuni baru dalam koleksi novel anda. ;)



With love 
Me . Sawatde Ka ! J