source: google (males foto punya saya :P)
Kali ini saya akan mereview novel seri
setiap tempat punya cerita ke 3 berjudul Bangkok : The Journal karya Moemoe Rizal
dari Gagas Media yang terbit tahun 2013
Diceritakan seorang lelaki bernama
Edvan Wahyudi yang memiliki profesi sebagai arsitek yang sedang menikmati hasil
karyanya-sebuah bangunan di Singapura . Lalu sederet pesan singkat tanpa nama memaksanya
untuk kembali ke masa lalu-Artika. Artika pergi dan Edvan harus pulang.
Kepergian Artika mempertemukan ia
dengan adiknya Edvin-- bukan, Edvina. Serta babak baru untuk edvan yang sengaja
Artika tinggalkan. Edvan kesal, tapi rasa bersalah lah yang mengharuskan ia
menginjakkan kaki di tanah Bangkok, menuntaskan wasiat Artika tersebut.
Pencarian wasiat Artika di Bangkok,
membuat Edvan menyadari bahwa keluarga adalah segalanya. Selalu ada rasa nyaman
yang tidak bisa dibayar dengan apapun didunia ini-seburuk apapun hubungan kita
dengan keluarga. Melalui itu pula Edvan menemukan surga kecilnya-persaudaraan
dan cinta.
Pertama kali melihat-lihat di rak buku saya langsung tertarik dengan buku
ini—covernya. Cantik dengan background ungu polos, simple enak dilihat dengan pola
artistic yang khas,serta judul yang
ditulis dengan font keemasan warna khas Bangkok. Tentu nya bonus post card
dengan gambar Sungai Chao Praya.
Seperti biasa
novel serial ini selalu menyuguhkan quotes inspiratif yang berhubungan dengan
isi cerita pada setiap lembaran awal. Menurut saya author menggunakan gaya bahasa yang tidak terlalu
berat untuk novel dengan setting luar negeri. Alur yang digunakan jelas.
Penggambaran latar tempat dan sosial dituliskan secara apik , berhasil membawa saya
seolah-olah ikut berada dalam cerita tersebut. Author menuliskan kehidupan para tokoh dengan jujur,realistis, dan memiliki kekocakan tersendiri.
Bagian favorit yang membuat saya senyum-senyum
sendiri-dan sedikit ah nostalgia-disini adalah ketika Edvan merasa dunia nya
kembali.
“Chai.
Kami seperti anak kecil. Namun kami begitu bahagia melakukannya. Terlebih aku.
Maksudku, sudah lama aku menjadi orang dewasa, sibuk dengan pekerjaanku, sibuk
dengan target-targetku. Entah kapan terakhir kali aku berlari di air dan
betisku kram. Entah kapan terakhir kali aku membenamkan kaki dalam lumpur dan
menjerit ketakutan saat seekor belut mencolek kakiku. Entah kapan terakhir kali
aku bergulat dengan seorang pria dan kami tertawa-tawa, saling membenamkan
kepala yang lain ke dalam air.
Aku
merasa bahagia sekali. Semua ototku tampak ceria dan segar. Pipiku rasanya
geli, tersenyum selebar mungkin dari tadi. Aku melupakan dunia. Aku hanya
peduli alam yang ada disekitar ku saat itu” – Edvan , halaman 306
Ada beberapa bagian dalam cerita yang
mudah sekali untuk ditebak kemana arahnya. Selain itu ada dua hal yang menurut
saya sangat mengganggu dalam novel ini. Pertama adalah author tidak menyelipkan
catatan kaki berupa terjemahan saat tokoh berdialog dengan bahasa Thailand
sehingga pembaca kesulitan dalam melahap maksud dialog tersebut. Kedua lampiran jurnal
milik Artika yang diketik menggunakan font ‘cacing’ sangat mengganggu ketika
orang ingin membaca dan kemungkinan memilih untuk sama sekali melewatkannya—seperti
yang saya lakukan.
Terlepas dari kelebihan dan
kekurangan, novel ini saya rekomendasikan untuk menjadi penghuni baru dalam
koleksi novel anda. ;)
With love
Me . Sawatde Ka ! J